Meskipun
Ibn Abdul Wahhab dianggap sebagai Bapak Wahabisme, sebenarnya Kerajaan
Inggrislah yang membidani kelahirannya. Inggris merekayasa Ibn
Abdul-Wahhab sebagai Imam dan Pendiri Wahabisme. Tujuannya tak lain
adalah untuk menghancurkan Islam dari dalam dan meruntuhkan Daulah
Utsmaniyyah yang berpusat di Turki.
(Bukankah cara ini juga dilakukan Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia? Melalui “dakwah” Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia, Belanda akhirnya berhasil membuat seluruh kerajaan Islam jatuh di tangannya, kecuali Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta Tanah Air–Hubbul Wathan minal Iman–adalah lemah! Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.)
Adalah Hempher–seorang misionaris Inggris yang ditugaskan melakukan kegiatan spionase di Mesir, Irak, Iran, dan Hidjaz di Istanbul, pusat kekhalifahan (Islam)– yang berhasil memengaruhi Ibn Abdul Wahhab muda selagi di Basra, Iraq. Hempher menyamar sebagai seorang muslim dengan nama Muhammad. Dengan kelihaiannya, ia menjalin persahabatan dengan Ibn Abdul Wahhab dalam waktu yang relatif lama. Hempher tak segan memberi uang dan hadiah-hadiah lainnya dalam rangka mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab. Ia juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 agen spionase wanita Inggeris yang sedang menyamar. Wanita pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran.
Hempher berhasil meyakinkan Ibn Abdul Wahhab bahwa orang-orang Islam telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik karena itu mesti dibunuh. Demi mendapatkan antusiasme Ibn Abdul Wahhab, Hempher juga membual dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul Wahhab. Dikatakannya bahwa Ibn Abdul Wahhab akan jadi orang besar, serta memintanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul. Karuan saja Ibn Abdul Wahhab jadi ge-er dan mabuk kepayang (wild with joy), juga sangat terobsesi dan merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.
Padahal, dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), “berakhlak bejat” (morally depraved), “selalu gelisah” (nervous), “congkak” (arrogant), “dungu” (ignorant), dan “bertipikal bebal” (fool typical).
Source :https://www.facebook.com/groups/aswajabangkit/permalink/492194580885370/
(Bukankah cara ini juga dilakukan Belanda ketika mereka menaklukkan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia? Melalui “dakwah” Snouck Hurgronje yang telah belajar lama di Saudi Arabia, Belanda akhirnya berhasil membuat seluruh kerajaan Islam jatuh di tangannya, kecuali Aceh. Salah satu provokasi Snouck yang menyamar sebagai seorang ulama Saudi adalah menyebarkan keyakinan bahwa hadis Cinta Tanah Air–Hubbul Wathan minal Iman–adalah lemah! Dengan penanaman keyakinan ini diharapkan Nasionalisme bangsa Indonesia hancur, dan memang akhirnya banyak pengkhianat bangsa bermunculan.)
Adalah Hempher–seorang misionaris Inggris yang ditugaskan melakukan kegiatan spionase di Mesir, Irak, Iran, dan Hidjaz di Istanbul, pusat kekhalifahan (Islam)– yang berhasil memengaruhi Ibn Abdul Wahhab muda selagi di Basra, Iraq. Hempher menyamar sebagai seorang muslim dengan nama Muhammad. Dengan kelihaiannya, ia menjalin persahabatan dengan Ibn Abdul Wahhab dalam waktu yang relatif lama. Hempher tak segan memberi uang dan hadiah-hadiah lainnya dalam rangka mencuci-otak Ibn Abdul-Wahhab. Ia juga mengatur pernikahan mut’ah bagi Ibn Abdul Wahhab dengan 2 agen spionase wanita Inggeris yang sedang menyamar. Wanita pertama adalah seorang wanita beragama Kristen dengan panggilan Safiyya. Wanita ini tinggal bersama Ibn Abdul Wahhab di Basra. Wanita satunya lagi adalah seorang wanita Yahudi yang punya nama panggilan Asiya. Mereka menikah di Shiraz, Iran.
Hempher berhasil meyakinkan Ibn Abdul Wahhab bahwa orang-orang Islam telah melakukan penyimpangan yang berbahaya, telah keluar dari prinsip-prinsip Islam yang mendasar, telah melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah dan syirik karena itu mesti dibunuh. Demi mendapatkan antusiasme Ibn Abdul Wahhab, Hempher juga membual dan mengatakan bahwa dia bermimpi Nabi Muhammad Saw mencium kening (di antara kedua mata) Ibn Abdul Wahhab. Dikatakannya bahwa Ibn Abdul Wahhab akan jadi orang besar, serta memintanya untuk menjadi orang yang dapat menyelamatkan Islam dari berbagai bid’ah dan takhayul. Karuan saja Ibn Abdul Wahhab jadi ge-er dan mabuk kepayang (wild with joy), juga sangat terobsesi dan merasa bertanggung jawab untuk melahirkan suatu aliran baru yang bertujuan memurnikan dan mereformasi Islam.
Padahal, dalam memoarnya, Hempher menggambarkan Ibn Abdul-Wahhab sebagai orang yang berjiwa “sangat tidak stabil” (extremely unstable), “sangat kasar” (extremely rude), “berakhlak bejat” (morally depraved), “selalu gelisah” (nervous), “congkak” (arrogant), “dungu” (ignorant), dan “bertipikal bebal” (fool typical).
Source :https://www.facebook.com/groups/aswajabangkit/permalink/492194580885370/