ﺑِﺴْﻢِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴﻢِ
Tulisan kami kali ini dilatar-belakangi keprihatinan atas sikap gegabah yang ditunjukkan oleh sebagian kalangan (baca : Ustadz) dalam menyikapi permasalahan Jimat dan Rajah . Sering kita jumpai di salah satu stasiun TV swasta nasional, dengan enteng dan mudahnya seorang ustadz memvonis bahwa setiap Jimat dan Rajah adalah syirik… adakah fakta hukumnya memang demikian?… yang lebih menyedihkan, mereka mengkategorikan Hizib sebagai salah satu cara meminta bantuan kepada Jin… bagi kami; ini adalah sikap dan pernyataan seseorang yang tidak memahami permasalahan….
Penulis bukanlah mujtahid yang mampu menjelaskan permasalahan ini, sehingga dalam tulisan kali ini penulis menyandarkannya pada pendapat para Ulama yang memiliki kompetensi yang diakui oleh banyak kalangan dari generasi ke generasi.
Kajian Ilmiyah Jimat dan Rajah, jimat utk kesehatan
Mengawali kajian kita kali ini, ada baiknya kita mengenal dulu istilah-istilah yang digunakan baik dalam literatur fiqih maupun hadits khususnya dalam perkara ini…
Ruqyah : Mantera, Jampi-jampi, atau
Jimat .
Tamimah : Manik-manik yang dikalungkan di leher anak kecil guna menolak penyakit. Selanjutnya para Ulama menggunakan kosa kata “Tamimah” tersebut untuk menyebut kertas yang didalamnya dituliskan Al Qur’an atau Asma Alloh.
Tiwalah : Jimat pengasihan yang biasa digunakan untuk menarik simpatik lawan jenis.
Nusyroh : Jimat untuk mengobati seseorang yang terkena gangguan Jin.
Wifiq (Awfaq) : Rajah yang tersusun dari rumusan angka-angka.
Sebagian kalangan ada yang kurang bijak dan terkesan pukul rata atau dalam pribahasa jawa “Gebyah Uyah Podho Asine” menganggap semua jenis Jimat adalah syirik berdasar Sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam :
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﻭَﺍﻟﺘَّﻤَﺎﺋِﻢَ ﻭَﺍﻟﺘِّﻮَﻟَﺔَ ﺷِﺮْﻙٌ
Dari Abdulloh Ibn Mas’ud –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Aku mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya mantera, jimat dan tiwalah adalah syirik”. (HR. Abu Dawud, Al Hakim, Ahmad, Ibn Majah)
Secara literal dan general hadits diatas memberi kesimpulan bahwa segala macam mantera, jimat dan tiwalah adalah syirik dan haram. Akan tetapi memvonis syirik atas perkara-perkara tersebut dengan hanya mengacu pada literal dan generalnya hadits di atas tanpa memperhatikan hadits-hadits terkait yang lain adalah tindakan gegabah dan kurang hati-hati. Terlebih menyangkut vonis Syirik … Mengingat terdapat hadits- hadits shahih lain yang mestinya menjadi perhatian dan pertimbangan sebelum menyimpulkan perkara tersebut.
Diantaranya adalah hadits Shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya :
ﻋَﻦْ ﺟَﺎﺑِﺮٍ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻬَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻋَﻦْ ﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﻓَﺠَﺎﺀَ ﺁﻝُ ﻋَﻤْﺮِﻭ ﺑْﻦِ ﺣَﺰْﻡٍ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺇِﻧَّﻪُ ﻛَﺎﻧَﺖْ ﻋِﻨْﺪَﻧَﺎ ﺭُﻗْﻴَﺔٌ ﻧَﺮْﻗِﻲ ﺑِﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌَﻘْﺮَﺏِ ﻭَﺇِﻧَّﻚَ ﻧَﻬَﻴْﺖَ ﻋَﻦْ ﺍﻟﺮُّﻗَﻰ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻌَﺮَﺿُﻮﻫَﺎ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﺃَﺭَﻯ ﺑَﺄْﺳًﺎ ﻣَﻦْ ﺍﺳْﺘَﻄَﺎﻉَ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃَﻥْ ﻳَﻨْﻔَﻊَ ﺃَﺧَﺎﻩُ ﻓَﻠْﻴَﻨْﻔَﻌْﻪُ
Dari Jabir –rodhiyallohu ‘anhu- ia berkata : Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- melarang Ruqyah/mantera/jampi-jampi, kemudian datang keluarga Amr Ibn Hazm kepada Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam-, mereka berkata : “Kami memiliki Ruqyah/Jampi-jampi untuk mengobati sengatan kalajengking, sedangkan engkau telah melarang Ruqyah /jampi-jampi tersebut”. Selanjutnya mereka (keluarga Amr) memperlihatkan jampi-jampi tersebut kepada Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam – Maka beliau bersabda : “Menurutku tidak apa-apa, barang siapa mampu memberi manfaat untuk saudaranya maka hendaklah ia memberi manfaat pada saudaranya.” (HR. Muslim)
Juga hadits lain dalam Shahih Muslim :
ﻋَﻦْ ﻋَﻮْﻑِ ﺑْﻦِ ﻣَﺎﻟِﻚٍ ﺍﻟْﺄَﺷْﺠَﻌِﻲِّ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨَّﺎ ﻧَﺮْﻗِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﻴْﻒَ ﺗَﺮَﻯ ﻓِﻲ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺍﻋْﺮِﺿُﻮﺍ ﻋَﻠَﻲَّ ﺭُﻗَﺎﻛُﻢْ ﻟَﺎ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟﺮُّﻗَﻰ ﻣَﺎ ﻟَﻢْ ﻳَﻜُﻦْ ﻓِﻴﻪِ ﺷِﺮْﻙٌ
Dari Auf Ibn Malik Al Asyja’iy, ia berkata : Kami melakukan Ruqyah pada masa Jahiliyah, lalu kami berkata : Yaa Rosulalloh, bagaimana menurutmu ? maka Beliau bersabda : “Perlihatkan Ruqyahmu padaku. Ruqyah tidak apa-apa selama tidak mengandung syirik.”(HR. Muslim)
Oleh karenanya kita mendapati sikap dan pandangan para Ulama’ yang tidak meng-“Gebyah Uyah Podho Asine”- (memukul rata dan memvonis syirik segalah jenis Ruqyah/Jampi-jampi). Berikut penjelasan para Ulama dalam masalah tersebut, diantaranya adalah :
Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab
Setelah menyampaikan hadits dari Abdullah Ibn Mas’ud yang berbunyi : Aku mendengar Rosululloh –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya Ruqyah, Tamimah dan Tiwalah adalah Syirik… dst (HR. Abi Dawud, Ibn Majah) Imam An Nawawi mengutip pernyataan Abu ‘Ubaid, ia berkata :
ﺍﻟﺘﻮﻟﺔ – ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﺘﺎﺀ – ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻳﺤﺒﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺇﻟﻰ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻭﻫﻮ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺤﺮ ﻗﺎﻝ ﻭﺫﻟﻚ ﻻ ﻳﺠﻮﺯ
At Tiwalah – dengan dibaca kasroh pada huruf Ta’- adalah jimat yang dipergunakan untuk menjadikan perempuan mencintai suaminya, dan hal ini adalah termasuk bagian dari sihir. Abu Ubaid berkata : “Yang demikian itu tidak boleh.”
Selanjutnya Imam An Nawawi berkata :
( ﻭﺃﻣﺎ ) ﺍﻟﺮﻗﺎﺀ ﻭﺍﻟﺘﻤﺎﺋﻢ ﻗﺎﻝ ﻓﺎﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﻨﻬﻲ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺑﻐﻴﺮ ﻟﺴﺎﻥ ﺍﻟﻌﺮﺑﻴﺔ ﺑﻤﺎ ﻻ ﻳﺪﺭﻯ ﻣﺎ ﻫﻮ
Adapun Ruqyah dan Tamimah, maka yang dimaksud dengan larangan dalam hal tsb adalah yang tidak menggunakan bahasa arab/bahasa yang tidak dapat dimengerti maksudnya. Berikutnya Imam An Nawawi berkata :
* ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ ﻭﻳﻘﺎﻝ ﺍﻥ ﺍﻟﺘﻤﻴﻤﺔ ﺧﺮﺯﺓ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻌﻠﻘﻮﻧﻬﺎ ﻳﺮﻭﻥ ﺃﻧﻬﺎ ﺗﺪﻓﻊ ﻋﻨﻬﻢ ﺍﻵﻓﺎﺕ ﻭﻳﻘﺎﻝ ﻗﻼﺩﺓ ﻳﻌﻠﻖ ﻓﻴﻬﺎ ﺍﻟﻌﻮﺩ ﻭﻋﻦ ﻋﺘﺒﺔ ﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎﻝ ( ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ ﻣﻦ ﻋﻠﻖ ﺗﻤﻴﻤﺔ ﻓﻼ ﺍﺗﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ﻭﻣﻦ ﻋﻠﻖ ﻭﺩﻋﺔ ﻓﻼ ﻭﺩﻉ ﺍﻟﻠﻪ ﻟﻪ ) ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻰ
ﻭﻗﺎﻝ ﻫﻮ ﺍﻳﻀﺎ ﺭﺍﺟﻊ ﺇﻟﻰ ﻣﻌﻨﻰ ﻣﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻮ ﻋﺒﻴﺪﺓ ﻗﺎﻝ ﻭﻳﺤﺘﻤﻞ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺫﻟﻚ ﻭﻣﺎ ﺍﺷﺒﻪ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﻬﻰ ﻭﺍﻟﻜﺮﺍﻫﺔ ﻓﻴﻤﻦ ﻳﻌﻠﻘﻬﺎ ﻭﻫﻮ ﻳﺮﻯ ﺗﻤﺎﻡ ﺍﻟﻌﺎﻓﻴﺔ ﻭﺯﻭﺍﻝ ﺍﻟﻌﻠﺔ ﺑﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﻳﻌﻠﻘﻬﺎ ﻣﺘﺒﺮﻛﺎ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻓﻴﻬﺎ ﻭﻫﻮ ﻳﻌﻠﻢ ﺍﻥ ﻻ ﻛﺎﺷﻒ ﻟﻪ ﺍﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻻ ﺩﺍﻓﻊ ﻋﻨﻪ ﺳﻮﺍﻩ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻬﺎ ﺍﻥ ﺷﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ
Al Baihaqi berkata : Dan dikatakan bahwa “Tamimah” adalah manik-manik yang dikalungkan, dan mereka beranggapan bahwa kalung tersebut dapat menolak bahaya. (Sedang dlm pendapat lain) dikatakan bahwa : Tamimah adalah kalung yang padanya diikatkan kayu. Dari ‘Utbah Ibn Amir, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Barangsiapa mengalungkan Tamimah maka Allah tidak menyempurnakan baginya, dan barangsiapa mengalungkan “Wad’ah” (manik-manik) maka Allah tiadak menitipkan titipan padanya .” (HR. Al Bayhaqi).
Al Baihaqi berkata : “Pengertian hadits tersebut juga dikembalikan pada pernyataan Abu ‘Ubaidah, ia berkata : “ Hadits tersebut dan hadits-hadits senada yang bermuatan larangan atau kemakruhan diperuntukkan bagi orang yang mengalungkan “Tamimah” sedang ia menganggap bahwa keselamatan dan hilangnya penyakit disebabkan “Tamimah” tsb, sebagaimana yang terjadi pada masa jahiliyah. Adapun seseorang yang mengalungkan “Tamimah” dengan maksud Tabarruk dengan penyebutan Asma Allah Ta’aala yang ada didalamnya, dan ia meyakini bahwa tiada yang dapat membuka jalan baginya juga tiada yang menolak keburukan darinya kecuali Allah, maka hal tersebut tidak mengapa –Insya Allah- “. (Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab, vol. 9, hlm. 66)
Al Hafizh Al Munawi dalam Faidhul Qodiir
( ﺇﻥ ﺍﻟﺮﻗﻰ ) ﺃﻱ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﻔﻬﻢ ﻣﻌﻨﺎﻫﺎ ﺇﻻ ﺍﻟﺘﻌﻮﺫ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﻭﻧﺤﻮﻩ ﻓﺈﻧﻪ ﻣﺤﻤﻮﺩ ﻣﻤﺪﻭﺡ ( ﻭﺍﻟﺘﻤﺎﺋﻢ ) ﺟﻤﻊ ﺗﻤﻴﻤﺔ ﻭﺃﺻﻠﻬﺎ ﺧﺮﺯﺍﺕ ﺗﻌﻠﻘﻬﺎ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺱ ﺍﻟﻮﻟﺪ ﻟﺪﻓﻊ ﺍﻟﻌﻴﻦ ﺗﻮﺳﻌﻮﺍ ﻓﻴﻬﺎ ﻓﺴﻤﻮﺍ ﺑﻬﺎ ﻛﻞ ﻋﻮﺫﺓ ( ﻭﺍﻟﺘﻮﻟﺔ ) ﺑﻜﺴﺮ ﺍﻟﺘﺎﺀ ﻭﻓﺘﺢ ﺍﻟﻮﺍﻭ ﻛﻌﻨﺒﺔ ﻣﺎ ﻳﺤﺒﺐ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﺴﺤﺮ ( ﺷﺮﻙ ) ﺃﻱ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﺳﻤﺎﻫﺎ ﺷﺮﻛﺎ ﻷﻥ ﺍﻟﻤﺘﻌﺎﺭﻑ ﻣﻨﻬﺎ ﻓﻲ ﻋﻬﺪﻩ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﻬﻮﺩﺍ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻭﻛﺎﻥ ﻣﺸﺘﻤﻼ ﻋﻠﻰ ﻣﺎ ﻳﺘﻀﻤﻦ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﺃﻭ ﻷﻥ ﺍﺗﺨﺎﺫﻫﺎ ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻭﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﻟﻘﺎﺿﻲ ﻭﻗﺎﻝ ﺍﻟﻄﻴﺒﻲ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻤﺮﺍﺩ ﺑﺎﻟﺸﺮﻙ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﺳﺒﺐ ﻗﻮﻱ ﻭﻟﻪ ﺗﺄﺛﻴﺮ ﻭﺫﻟﻚ ﻳﻨﺎﻓﻲ ﺍﻟﺘﻮﻛﻞ ﻭﺍﻻﻧﺨﺮﺍﻁ ﻓﻲ ﺯﻣﺮﺓ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻻ ﻳﺴﺘﺮﻗﻮﻥ ﻭﻻ ﻳﺘﻄﻴﺮﻭﻥ ﻭﻋﻠﻰ ﺭﺑﻬﻢ ﻳﺘﻮﻛﻠﻮﻥ ﻷﻥ ﺍﻟﻌﺮﺏ ﻛﺎﻧﺖ ﺗﻌﺘﻘﺪ ﺗﺄﺛﻴﺮﻫﺎ ﻭﺗﻘﺼﺪ ﺑﻬﺎ ﺩﻓﻊ ﺍﻟﻤﻘﺎﺩﻳﺮ ﺍﻟﻤﻜﺘﻮﺑﺔ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻓﻄﻠﺒﻮﺍ ﺩﻓﻊ ﺍﻷﺫﻯ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻭﻫﻜﺬﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ ﻓﻼ ﻳﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺫﻟﻚ ﻣﺎ ﻛﺎﻥ ﺑﺄﺳﻤﺎﺀ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻛﻼﻣﻪ ﻭﻻ ﻣﻦ ﻋﻠﻘﻬﺎ ﺗﺒﺮﻛﺎ ﺑﺬﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻟﻤﺎ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻛﺎﺷﻒ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻼ ﺑﺄﺱ ﺑﻪ
Bahwasannya “Ruqyah” atau jampi-jampi/Jimat yang didalamnya tidak mengandung pengertian kecuali berlindung dengan al qur’an atau sejenisnya, maka hal tersebut adalah perkara yang terpuji. Adapun Tamimah yang ashalnya adalah manik-manik yang oleh orang Arab dikalungkan dikepala seorang anak untuk menolak penyakit ‘Ain…… dst… sampai pada penjelasan beliau :
Tidak termasuk dalam masalah ini (yang musyrik dan dilarang) Jimat yang didalamnya terdapat Asma Allah dan firman-Nya, dan juga orang yang mengalungkannya dengan tujuan “Tabarruk” dengan disebutnya Asma Allah di dalamnya, dan ia meyakini bahwa tiada yang dapat memberi jalan keluar kecuali Allah, maka yang demikian tidak mengapa “. (Faidhul Qodiir, vol. 2, hlm. 434)
Al Hafizh Al Bayhaqi dalam As Sunan Al Kubro
ﻭﺍﻟﻘﻮﻝ ﻓﻴﻤﺎ ﻳﻜﺮﻩ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺸﺮﺓ ﻭﻓﻴﻤﺎ ﻻ ﻳﻜﺮﻩ ﻛﺎﻟﻘﻮﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻗﻴﺔ ﻭﻗﺪ ﺫﻛﺮﻧﺎﻩ
Pembahasan tentang hukum “Nusyroh” (Jimat untuk menyembuhkan dari gangguan jin) yang makruh dan yang tidak makruh sama dengan ruqyah” (As Sunan Al Kubro, 9/351)
Al Imam As Syafi’iy dan Ruqyah
ﺍﻟﺮﺑﻴﻊ ﻗﺎﻝ : ﺳﺄﻟﺖ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺮﻗﻴﺔ ﻓﻘﺎﻝ ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﺮﻗﻲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺑﻜﺘﺎﺏ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻣﺎ ﻳﻌﺮﻑ ﻣﻦ ﺫﻛﺮ ﺍﻟﻠﻪ
Ar Robi’ berkata : “Aku bertanya kepada Imam As Syafi’iy tentang Ruqyah, maka beliau menjawab : “Tidak mengapa jika seseorang me-Ruqyah/jampi-jampi dengan kitab Allah dan perkara yang diketahui sebagai dzikir kepada Allah” (As Sunan Al Kubro Lil Bayhaqi, 9/349)
Al Imam Ahmad dan Tamimah
ﺭﺃﻳﺖ ﻋﻠﻰ ﺍﺑﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﻭﻫﻮ ﺻﻐﻴﺮ ﺗﻤﻴﻤﺔ ﻓﻲ ﺭﻗﺒﺘﻪ ﻓﻲ ﺃﺩﻳﻢ . ﻭﻓﻌﻠﻪ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻛﻤﺎ ﻓﻲ ﻣﺴﺎﺋﻞ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ : 3/1345 ، ﻭﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ : 242 ﻻﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ، ﻭﺑﺪﺍﺋﻊ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ : 165 .
Aku melihat putra Imam Ahmad sewaktu masih kecil dilehernya dikalungkan Tamimah dari kulit. Dan Imam Ahmad melakukannya sendiri, sebagaimana dalam Masail Abdullah Ibn Ahmad, 3/1354, Manaqib Imam Ahmad, 242. Badai’ul Fawaaid, 165. (Ta’liq Masailul Imam Ahmad Wa Ishaq Ibn Rohuyah, 9/4712)
KAJIAN MASALAH JIMAT DAN RAJAH, INILAH KESIMPULANNYA
Selain “Tiwalah” (Pengasihan) hukumnya boleh dengan catatan :
– Berisi ayat-ayat Allah atau Asma Allah, dan atau tidak berisi perkara yang tidak dapat dimengerti maksudnya.
– Tetap meyakini bahwa jimat-jimat/Ruqyah/Tamimah/Nusyroh tersebut hanyalah media Tabarruk dengan ayat-ayat Allah atau Asma Allah, sedang pemberi kesembuhan dan atau penolak bahaya hanyalah Allah tiada sekutu bagi-Nya.
Penulis berharap kepada segenap pendakwah Islam, hendaknya memahami permasalahan yang ingin disampaikan… jangan sampai kecerobohan dan kebodohan kita menjadi fitnah bagi Islam dan Ummat Islam itu sendiri… Ingatlah wanti-wanti Nabi Mulia tentang tanda akhir Zaman :
ﻋَﻦْ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺑْﻦِ ﻋَﻤْﺮِﻭ ﺑْﻦِ ﺍﻟْﻌَﺎﺹِ ﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻟَﺎ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋًﺎ ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣِﻦْ ﺍﻟْﻌِﺒَﺎﺩِ ﻭَﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟْﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻤًﺎ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺭُﺀُﻭﺳًﺎ ﺟُﻬَّﺎﻟًﺎ ﻓَﺴُﺌِﻠُﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
Dari Abdillah Ibn Amr Ibn ‘Ash, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wasallam- bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabut dari (dada) para hamba-Nya, akan tetapi Allah akan mengambil ilmu dengan cara mewafatkan para Ulama hingga tak tersisa seorang alimpun. (ketika itu) manusia akan mengangkat orang-orang bodoh sebagai pemimpin (panutan), ketika mereka ditanya maka mereka akan berfatwa tanpa ilmu, maka (akibatnya) mereka tersesat dan menyesatkan”. (HR. Al Bukhori)
Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat-Nya serta senantiasa memberikan bimbingan kepada kita semua….
Wallohu A’lam,