Kupas Tuntas Tentang Bid'ah


            Bid’ah haqiqiyah adalah hal baru, baik asal maupun sifatnya (مَا أُحْدِثَ بِأَصْلِهِ وَوَصْفِهِ), artinya: suatu perbuatan yang tidak memiliki dalil, baik dari al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, maupun metode istidlal yang diakui para ulama, baik secara umum maupun terperinci.
            Contoh bid’ah haqiqiyah adalah praktik ibadah yang sama sekali tidak disyariatkan, seperti ibadah kaum musyrikin dengan cara bersiul dan bertepuk tangan.
            Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ صَلَاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً
            “Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan.” (QS. Al-Anfal: 35)
            Kategori bid’ah inilah disepakati ulama, bahwa hal itu merupakan bid’ah jelek (madzmumah).
            Sementara bid’ah idhafiyah adalah sesuatu yang baru dalam sifatnya, namun tidak baru dalam asalnya (مَا أُحْدِثَ بِوَصْفِهِ لاَ بِأَصْلِهِ), artinya: suatu perbuatan yang secara umum memiliki dalil, baik dari al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, maupun metode istidlal yang diakui para ulama, namun terkait cara dan aturannya tidak terdapat penjelasan secara terperinci.
            Pada bid’ah kategori inilah para ulama berbeda pendapat. Menurut mayoritas ulama, bid’ah jenis ini boleh dengan beberapa syarat. Sedang menurut al-Syathibi, Ibnu Taimiyah, Ibn al-Qayyim, dan Ibnu Daqiq al-’Id, tidak boleh.
Salah satu contoh bid’ah idhafiyah adalah redaksi shalawat Nabi. Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah meriwayatkan beberapa redaksi shalawat Nabi yang disusun oleh para sahabat dan ulama salaf, dalam kitabnya Jala’ al-Afham fi al-Shalat wa al-Salam ‘ala Khair al-Anam.
Antara lain shalawat yang disusun oleh Abdullah bin Mas’ud berikut ini:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ صَلَوَاتِكَ وَرَحْمَتَكَ وَبَرَكَاتِكَ عَلَى سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَإِمَامِ الْمُتَّقِيْنَ وَخَاتَمِ النَّبِيِّيْنَ مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ إِمَامِ الْخَيْرِ وَقَائِدِ الْخَيْرِ وَرَسُوْلِ الرَّحْمَةِ، اللَّهُمَّ ابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا يَغْبِطُهُ بِهِ اْلأَوَّلُوْنَ وَاْلآخِرُوْنَ. (الشيخ ابن القيم، جلاء الأفهام، ص/٣٦).
Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah juga meriwayatkan redaksi shalawat Sayidina Abdullah bin Abbas berikut ini:
اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ شَفَاعَةَ مُحَمَّدٍ الْكُبْرَى وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ الْعُلْيَا وَأَعْطِهِ سُؤْلَهُ فِي اْلآخِرَةِ وَاْلأُوْلَى كَمَا آتَيْتَ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى. (الشيخ ابن القيم، جلاء الأفهام (ص/٧٦).
Syaikh Ibn al-Qayyim juga meriwayatkan shalawat yang disusun oleh al-Imam ‘Alqamah al-Nakha’i, seorang tabi’in, sebagai berikut:
صَلىَّ اللهُ وَمَلاَئكِتُهُ عَلىَ مُحَمَّدٍ السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. (الشيخ ابن قيم الجوزية، جلاء الأفهام، ص/٧٥).
Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah juga meriwayatkan shalawat yang disusun oleh al-Imam al-Syafi’i sebagai berikut:
صَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ وَعَدَدَ مَا غَفَلَ عَنْ ذِكْرِهِ الْغَافِلُوْنَ. (الشيخ ابن القيم، جلاء الأفهام ص/٢٣٠).

Redaksi shalawat yang disebutkan oleh sahabat dan tabi’in tersebut adalah perbuatan yang secara umum memiliki dalil, baik dari al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, maupun metode istidlal yang diakui para ulama. Namun terkait cara dan aturannya, tidak terdapat penjelasan secara terperinci. Dengan demikian, redaksi shalat seperti itu adalah bid’ah idhafiyah, yang menurut mayoritas ulama, hukumnya baik (bid’ah hasanah).
Uniknya, Syaikh Ibnu Taimiyah yang menyatakan bahwa bid’ah idhafiyah itu tidak boleh, ternyata melakukan bid’ah idhafiyah, dengan cara taqyid muthlaq.
Taqyid Muthlaq adalah melakukan ibadah yang secara umum disyariatkan oleh Allah, namun dia melakukannya dengan cara yang tidak ada penjelasannya dalam syariat, baik waktu pelaksanaannya, tempat, atau modelnya.
Disebutkan dalam Madarij al-Salikin (9/359):
ومن تجريبات السالكين التي جربوها فألفوها صحيحة: أن من أدمن "يا حي ياقيوم لا إله إلا أنت" أورثه ذلك حياة القلب والعقل. وكان شيخ الإسلام ابن تيمية قدس الله روحه شديد اللهج بها جدا وقال لي يوما: "لهذين الاسمين وهما {الْحَيُّ الْقَيُّومُ} تأثير عظيم في حياة القلب" وكان يشير إلى أنهما الاسم الأعظم وسمعته يقول: "من واظب على أربعين مرة كل يوم بين سنة الفجر وصلاة الفجر" ياحي ياقيوم لاإله إلا أنت برحمتك أستغيث" حصلت له حياة القلب ولم يمت قلبه".

“Di antara amaliah mujarrab (teruji manfaatnya) yang dilakukan oleh para ahli suluk, yang mereka mencoba dan membacanya secara teratur, bahwa siapa yang sering membaca ‘Ya Hayyu Ya Qayyum Laa Ilaaha illa Anta’ maka hal itu akan menjadikan hati dan akalnya hidup. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah – semoga Allah menyucikan ruhnya – sangat tekun mengamalkan bacaan ini. Suatu hari dia berkata pada saya, ‘Dua nama ini (yaitu al-Hayyu al-Qayyum) memiliki pengaruh hebat dalam hidupnya hati.’ Dia menyebut bahwa keduanya adalah nama teragung. Aku pernah mendengarnya berkata, ‘Barangsiapa secara rutin membaca sebanyak 40 kali, setiap hari, antara sunnah Fajar dan shalat Fajar (Subuh, penj), ‘Ya Hayyu Ya Qayyum Laa Ilaaha illa Anta bi Rahmatika astaghiits’ akan mendapatkan hidupnya hati, dan hatinya tidak mati.”

Doa yang dibaca oleh Syaikh Ibnu Taimiyah tersebut secara umum memang memiliki dalil, baik dari al-Qur’an maupun Sunnah, misalnya perintah dalam al-A’raf ayat 180, agar kita memohon kepada Allah dengan menyebut asma-ul husna. Namun cara dan aturan khusus yang dilakukan oleh Syaikh Ibnu Taimiyah, yaitu membaca doa tersebut sebanyak 40 kali, setiap hari, antara sunnah Fajar dan shalat Fajar, tidak terdapat penjelasan secara terperinci dalam dalil.

Selain amaliah tersebut, ternyata Syaikh Ibnu Taimiyah juga memiliki amaliyah ‘khusus’ lainnya, sebagaimana dijelaskan oleh murid beliau, Ibnu al-Qayyim dalam bagian lain kitab Madarij (3/264), dalam kitab Thariq al-Hijratain (hal. 328), Miftah Dar as-Sa’adah (1/298), dan I’lam al-Muwaqqi’in (4/257). Belum lagi dengan amaliah-amaliah khusus Syaikh Ibnu Taimiyah yang dijelaskan oleh al-Hafizh Umar al-Bazzar dalam kitab manaqib Ibn Taimiyah, al-A’lam (hal. 38) dan oleh Syamsuddin Ibn Abdil Hadi dalam al-Sharim al-Munki (hal. 17).

Berdasarkan fakta ini, Syaikh Abdul Fattah Shalih Qudaisy al-Yafi’i dalam al-Bid’ah al-Mahmudah mensinyalir bahwa di akhir hayatnya, Syaikh Ibnu Taimiyah mengakui adanya bid’ah hasanah.


Contoh-Contoh Bid’ah Hasanah Menurut Mayoritas Ulama

Mayoritas ulama Madzhab Syafi’i, Hanbali, kebanyakan mutaakhkhirin Madzhab Maliki meyakini adanya bid’ah hasanah. Bahkan, sebagian bid’ah itu, ada yang memiliki kriteria bid’ah wajib dan bid’ah sunnah. Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ibnu Abidin (madzhab Hanafi), Imam al-Qarafi (madzhab Maliki), Imam Izzuddin Abdussalam (madzhab Syafi’i), dan Imam as-Safaraini (madzhab Hanbali).

Menariknya, mayoritas ulama secara jelas menyebut contoh-contoh itu sebagai “bid’ah hasanah”, bukan sebagai mashlahah mursalah. Selama ini, kalangan yang tidak mengakui adanya bid’ah hasanah, mengistilahkan sebagian kejadian baru yang baik, yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW, sebagai “mashlahah mursalah”.

Perbedaan antara bid’ah dan mashlahah mursalah menurut mereka adalah sebagai berikut. Bid’ah tercela (madzmumah) adalah suatu perbuatan yang di zaman Nabi terdapat motivasi pendorong untuk dilakukan, dan tidak ada hal yang menghalangi pelaksanaannya, namun dilakukan oleh seseorang (maa wujidad-daafi’ lahu fi zamanin-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wa lam yamna’ min fi’lihi maani’un fa fa’alahu). Sementara mashlahah mursalah adalah suatu perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada motivasi pendorong, atau terdapat motivasi pendorong, namun terdapat hal yang menghalangi pelaksanaannya (maa lam yuujadid-daafi’ lahu fi zamanin-Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam aw wujidad-daafi’ lahu wa laakin mana’a min fi’lihi maani’un), seperti kodifikasi al-Qur’an, penyusunan kitab hadits, shalat tarawih berjama’ah, dan lainnya.

Mayoritas ulama yang menyatakan bahwa bid’ah idhafiyah tidak tercela, menerima standar (dhabith) perbedaan antara bid’ah dan mashlahah mursalah ini. Namun dapat dipastikan, penerapan standar atau dhabith tersebut adalah pada bid’ah haqiqiyah, bukan bid’ah idhafiyah, berdasarkan dalil dan argumen yang mereka sampaikan (Baca artikel: Bid’ah Haqiqiyah dan Bid’ah Idhafiyah).

Berikut beberapa contoh bid’ah hasanah menurut mayoritas atau jumhur ulama.

A.     Madzhab Hanafi
(1) Melafalkan Niat Shalat
v  Hasyiyah Ibn Abidin 1/416
                (قَوْلُهُ بَلْ قِيلَ بِدْعَةٌ) نَقَلَهُ فِي الْفَتْحِ: وَقَالَ فِي الْحِلْيَةِ: وَلَعَلَّ الْأَشْبَهَ أَنَّهُ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ عِنْدَ قَصْدِ جَمْعِ الْعَزِيمَةِ لِأَنَّ الْإِنْسَانَ قَدْ يَغْلِبُ عَلَيْهِ تَفَرُّقُ خَاطِرِهِ، وَقَدْ اسْتَفَاضَ ظُهُورُ الْعَمَلِ بِهِ فِي كَثِيرٍ مِنْ الْأَعْصَارِ فِي عَامَّةِ الْأَمْصَارِ فَلَا جَرَمَ أَنَّهُ ذَهَبَ فِي الْمَبْسُوطِ وَالْهِدَايَةِ وَالْكَافِي إلَى أَنَّهُ إنْ فَعَلَهُ لِيَجْمَعَ عَزِيمَةَ قَلْبِهِ فَحَسَنٌ، فَيَنْدَفِعُ مَا قِيلَ إنَّهُ يُكْرَهُ. اهـ. (ابن عابدين, رد المحتار, 1/ 416)
v  Ibnu Nujaim, al-Bahr al-Raiq 1/293
                فَتَحَرَّرَ مِنْ هَذَا أَنَّهُ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ عِنْدَ قَصْدِ جَمْعِ الْعَزِيمَةِ، وَقَدْ اسْتَفَاضَ ظُهُورُ الْعَمَلِ بِذَلِكَ فِي كَثِيرٍ مِنْ الْأَعْصَارِ فِي عَامَّةِ الْأَمْصَارِ فَلَعَلَّ الْقَائِلَ بِالسُّنِّيَّةِ أَرَادَ بِهَا الطَّرِيقَةَ الْحَسَنَةَ لَا طَرِيقَةَ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. (ابن نجيم المصري, البحر الرائق 1/ 293)
(2) Penulisan Nama Surat dan Penomoran Ayat
v  Al-Fatawa al-Hindiyah 5/323
                لَا بَأْسَ بِكِتَابَةِ أَسَامِي السُّوَرِ وَعَدَدِ الْآيِ وَهُوَ وَإِنْ كَانَ إحْدَاثًا فَهُوَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ، وَكَمْ مِنْ شَيْءٍ كَانَ إحْدَاثًا وَهُوَ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ، وَكَمْ مِنْ شَيْءٍ يَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، كَذَا فِي جَوَاهِرِ الْأَخْلَاطِيِّ. وَكَانَ أَبُو الْحَسَنِ يَقُولُ لَا بَأْسَ أَنْ يُكْتَبَ مِنْ تَرَاجِمِ السُّوَرِ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ كَمَا يَكْتُبُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ فِي أَوَائِلِهَا لِلْفَصْلِ، كَذَا فِي السِّرَاجِ الْوَهَّاجِ. (الفتاوى الهندية, 5/ 323)
(3) Penyusunan Disiplin Ilmu dan Pembangunan Madrasah
v  Bariqah Mahmudiyah 1/72
                «وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ» خِلَافُ طَرِيقِ السُّنَّةِ. وَبِمَا حُرِّرَ عُلِمَ أَنَّهُ لَا يُنْقَضُ بِنَحْوِ تَدْوِينِ عُلُومِ الشَّرْعِ وَآلَاتِهَا وَبِنَاءِ الْمَنَارَةِ وَالْمَدْرَسَةِ وَنَحْوِهَا فَإِنَّهُ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ مُرَخَّصَةٌ وَمَأْذُونَةٌ مِنْ جَانِبِ الشَّرْعِ كَمَا يُفَصَّلُ فِي مَحَلِّهِ. اهـ.
(4) Membaca al-Fatihah dan Lainnya, Serta Mengeraskannya setelah Shalat
v  Bariqah Mahmudiyah 1/98
                وَأَمَّا قِرَاءَةُ الْفَاتِحَةِ أَدْبَارَ الْمَكْتُوبَاتِ فَكَثِيرٌ فِيهَا أَقَاوِيلُ الْفُقَهَاءِ فَعَنْ مِعْرَاجِ الدِّرَايَةِ أَنَّهَا بِدْعَةٌ لَكِنَّهَا مُسْتَحْسَنَةٌ لِلْعَادَةِ وَلَا يَجُوزُ الْمَنْعُ. اهـ.
v  Al-Mausu’ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 21/259
                السُّبْحَةُ كَمَا قَال ابْنُ مَنْظُورٍ هِيَ الْخَرَزَاتُ الَّتِي يَعُدُّ بِهَا الْمُسَبِّحُ تَسْبِيحَهُ قَال: وَهِيَ كَلِمَةٌ مُوَلَّدَةٌ، وَقَدْ قَال: الْمِسْبَحَةُ. قَال الشَّيْخُ مُحَمَّدٌ شَمْسُ الْحَقِّ شَارِحُ السُّنَنِ بَعْدَ أَنْ أَوْرَدَ حَدِيثَ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ السَّابِقِ ذِكْرُهُ: الْحَدِيثُ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ عَدِّ التَّسْبِيحِ بِالنَّوَى وَالْحَصَى، وَكَذَا بِالسُّبْحَةِ لِعَدَمِ الْفَارِقِ، لِتَقْرِيرِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلْمَرْأَةِ عَلَى ذَلِكَ وَعَدَمِ إِنْكَارِهِ، وَالإْرْشَادُ إِلَى مَا هُوَ أَفْضَل مِنْهُ لاَ يُنَافِي الْجَوَازَ. قَال: وَقَدْ وَرَدَتْ فِي ذَلِكَ آثَارٌ، وَلَمْ يُصِبْ مَنْ قَال إِنَّ ذَلِكَ بِدْعَةٌ. وَجَرَى صَاحِبُ الْحِرْزِ عَلَى أَنَّهَا بِدْعَةٌ إِلاَّ أَنَّهُ قَال: إِنَّهَا مُسْتَحَبَّةٌ. اهـ.
B.      Madzhab Maliki
(1) Membangun Sekolah dan Pesantren
v  Ibnu al-Hajj, al-Madkhal 4/259
                وَقَدْ قَالَ الْعُلَمَاءُ إنَّ الْبِدْعَةَ الْحَسَنَةَ مِثْلُ بِنَاءِ الْقَنَاطِرِ وَالْمَدَارِسِ وَالرُّبُطِ وَمَا أَشْبَهَهَا.
(2) Shalat Tarawih
v  Al-Subki, Fatawi al-Subki, 2/107
                وَقَدْ وَقَعَ فِي كَلَامِ الشَّيْخِ الْعَلَّامَةِ شَيْخِ الْإِسْلَامِ فِي زَمَانِهِ أَبِي مُحَمَّدٍ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ عَلَى التَّرَاوِيحِ أَنَّهَا بِدْعَةٌ مُسْتَحَبَّةٌ، وَكَذَا وَقَعَ فِي كَلَامِ الْفَاضِلِ الْكَبِيرِ أَبِي بَكْرٍ الطُّرْطُوشِيِّ الْمَالِكِيِّ فِي كَلَامِهِ عَلَى الْبِدَعِ وَالْحَوَادِثِ وَغَيْرِهِ عَدَا التَّرَاوِيحَ فِيهَا
(3) Ucapan Muadzdzin  (Bilal) Sebelum Khutbah Jum’at
v  Al-Fawakih al-Dawani 1/264
                (تَنْبِيهٌ) : عُلِمَ مِمَّا مَرَّ مِنْ حُرْمَةِ التَّكَلُّمِ وَقْتَ الْخُطْبَةِ بِشُرُوعِ الْخَطِيبِ فِيهَا عَدَمُ حُرْمَةِ مَا يَقُولُهُ الْمُرْقَى عِنْدَ صُعُودِ الْخَطِيبِ مِنْ قَوْلِهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إذَا قُلْت لِصَاحِبِك وَالْإِمَامُ يَخْطُبُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَنْصِتْ فَقَدْ لَغَوْت» . وَقَوْلُهُ: " أَنْصِتْ رَحِمَكُمْ اللَّهُ "؛ لِأَنَّهُ يَقُولُهُ قَبْلَ شُرُوعِ الْخَطِيبِ، نَعَمْ فِعْلُهُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِدْعَةٌ مَكْرُوهَةٌ.
                قَالَ الْأُجْهُورِيُّ وَعَلَّلَ الْكَرَاهَةَ بِأَنَّهُ لَمْ يُنْقَلْ عَنْ النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - وَلَا عَنْ أَحَدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ، وَإِنَّمَا هُوَ مِنْ عَمَلِ أَهْلِ الشَّامِ، وَلِي فِي دَعْوَى الْكَرَاهَةِ بَحْثٌ مَعَ اشْتِمَالِهِ عَلَى التَّحْذِيرِ مِنْ ارْتِكَابِ أَمْرٍ مُحَرَّمٍ حَالَ الْخُطْبَةِ فَلَعَلَّهُ مِنْ الْبِدْعَةِ الْحَسَنَةِ، وَالْحَدِيثُ الْمَذْكُورُ لَيْسَ بِمَوْضُوعٍ، وَأَمَّا مَا يَقُولُهُ الْمُؤَذِّنُونَ عِنْدَ جُلُوسِ الْخَطِيبِ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ فَيَجُوزُ، كَمَا يَجُوزُ كُلٌّ مِنْ التَّسْبِيحِ وَالتَّهْلِيلِ وَالِاسْتِغْفَارِ وَالصَّلَاةِ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - عِنْدَ ذِكْرِ أَسْبَابِهَا قَالَهُ ابْنُ عَرَفَةَ
(4) Shalawat Setelah Adzan
v  Hasyiyah al-Dasuqi 1/193
                وَأَمَّا الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بَعْدَ الْأَذَانِ فَبِدْعَةٌ حَسَنَةٌ أَوَّلُ حُدُوثِهَا زَمَنَ النَّاصِرِ صَلَاحِ الدِّينِ يُوسُفَ بْنِ أَيُّوبَ سَنَةَ إحْدَى وَثَمَانِينَ وَسَبْعِمِائَةٍ فِي رَبِيعٍ الْأَوَّلِ وَكَانَتْ أَوَّلًا تُزَادُ بَعْدَ أَذَانِ الْعِشَاءِ لَيْلَةَ الِاثْنَيْنِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَقَطْ ثُمَّ بَعْدَ عَشْرِ سِنِينَ زِيدَتْ عَقِبَ كُلِّ أَذَانٍ إلَّا الْمَغْرِبَ
(5) Berdoa untuk Sahabat dalam Khutbah
v  Hasyiyah al-Adwi ‘ala al-Kifayah 1/374
                وَأَمَّا الصَّلَاةُ عَلَى النَّبِيِّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَهِيَ مُسْتَحَبَّةٌ كَالْقِرَاءَةِ فِيهَا وَالِابْتِدَاءِ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَالدُّعَاءُ لِلصَّحْبِ بِدْعَةٌ مُسْتَحْسَنَةٌ.
(6) Dzikir dan Doa Bersama Setelah Shalat
v  Al-Fawakih al-Dawani 1/214
                قَالَ ابْنُ نَاجِي: قُلْت وَقَدْ اسْتَمَرَّ الْعَمَلُ عَلَى جَوَازِهِ عِنْدَنَا بِإِفْرِيقِيَّةَ، وَكَانَ بَعْضُ مَنْ لَقِيته يُصَرِّحُ بِأَنَّ الدُّعَاءَ وَرَدَ الْحَثُّ عَلَيْهِ مِنْ حَيْثُ الْجُمْلَةِ, قَالَ تَعَالَى: {ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ} [غافر: 60] لِأَنَّهُ عِبَادَةٌ فَلِذَا صَارَ تَابِعًا فِعْلَهُ بَلْ الْغَالِبُ عَلَى مَنْ يُنَصِّبُ نَفْسَهُ لِذَلِكَ التَّوَاضُعِ وَالرِّقَّةِ فَلَا يُهْمَلُ أَمْرُهُ بَلْ يُفْعَلُ.
            وَمَا كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ، بَلْ هُوَ مِنْ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ، وَالِاجْتِمَاعُ فِيهِ يُورِثُ الِاجْتِهَادَ فِيهِ وَالنَّشَاطَ، وَأَقُولُ: طَلَبُ ذَلِكَ فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَنَحْوِهِ شَاهِدُ صِدْقٍ فِيمَا ارْتَضَاهُ ابْنُ نَاجِي.
C.      Madzhab Syafi’i
(1) Bersalaman Tangan Setelah Shalat Subuh dan Ashar
v  Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 3/488
                وَأَمَّا هَذِهِ الْمُصَافَحَةُ الْمُعْتَادَةُ بَعْدَ صَلَاتَيْ الصُّبْحِ وَالْعَصْرِ فَقَدْ ذَكَرَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ أَبُو مُحَمَّدِ بْنُ عَبْدِ السَّلَامِ رَحِمَهُ اللَّهُ أَنَّهَا مِنْ الْبِدَعِ الْمُبَاحَةِ وَلَا تُوصَفُ بِكَرَاهَةٍ وَلَا اسْتِحْبَابٍ وَهَذَا الَّذِي قَالَهُ حَسَنٌ وَالْمُخْتَارُ أَنْ يُقَالَ إنْ صَافَحَ مَنْ كَانَ مَعَهُ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَمُبَاحَةٌ كَمَا ذَكَرْنَا وَإِنْ صافح من     لم يكن معه قبل الصلاة عند اللقاء فسنة بِالْإِجْمَاعِ لِلْأَحَادِيثِ الصَّحِيحَةِ فِي ذَلِكَ.
(2) Memperbagus Tulisan , Memperjelas, dan Memberi Titik  Ayat-Ayat al-Qur’an
v  Al-Ghazali, Ihya Ulmuddin (1/276)
                يستحب تحسين كتابة القرآن وتبيينه ولا بأس بالنقط والعلامات بالحمرة وغيرها فإنها تزيين وتبيين وصد عن الخطأ واللحن لمن يقرؤه وقد كان الحسن وابن سيرين ينكرون الأخماس والعواشر والأجزاء.
                وروي عن الشعبي وإبراهيم كراهية النقط بالحمرة وأخذ الأجرة على ذلك وكانوا يقولون جردوا القرآن والظن بهؤلاء أنهم كرهوا فتح هذا الباب خوفاً من أن يؤدي إلى إحداث زيادات وحسما للباب وتشوقاً إلى حراسة القرآن عما يطرق إليه تغييراً وإذا لم يؤد إلى محظور واستقر أمر الأمة فيه على ما يحصل به مزيد معرفة فلا باس به ولا يمنع من ذلك كونه محدثاً فكم من محدث حسن كما قيل في إقامة الجماعات في التراويح إنها من محدثات عمر رضي الله عنه وأنها بدعة حسنة إنما البدعة المذمومة ما يصادم السنة القديمة أو يكاد يفضي إلى تغييرها
(3) Membuat Minbar, Membangun Pesantren dan Sekolah
v  Abu Syamah, Al-Ba’its h. 23
                فالبدع الْحَسَنَة مُتَّفق على جَوَاز فعلهَا والآستحباب لَهَا ورجاء الثَّوَاب لمن حسنت نِيَّته فِيهَا وَهِي كل مُبْتَدع مُوَافق لقواعد الشَّرِيعَة غير مُخَالف لشَيْء مِنْهَا وَلَا يلْزم من فعله مَحْذُور شَرْعِي وَذَلِكَ نَحْو بِنَاء المنابر والربط والمدارس وخانات السَّبِيل وَغير ذَلِك من أَنْوَاع الْبر الَّتِي لم تعد فِي الصَّدْر الأول فَإِنَّهُ مُوَافق لما جَاءَت بِهِ الشَّرِيعَة من اصطناع الْمَعْرُوف والمعاونة على الْبر وَالتَّقوى.
(4) Marqa (“Bilal”) pada Shalat Jum’at
v  Hasyiyah Qulyubi, 1/326
                (فَرْعٌ) اتِّخَاذُ الْمَرْقَى الْمَعْرُوفِ بِدْعَةٌ حَسَنَةٌ لِمَا فِيهَا مِنْ الْحَثِّ عَلَى الصَّلَاةِ عَلَيْهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - بِقِرَاءَةِ الْآيَةِ الْمُكَرَّمَةِ وَطَلَبِ الْإِنْصَاتِ بِقِرَاءَةِ الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ الَّذِي كَانَ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - يَقْرَؤُهُ فِي خُطَبِهِ وَلَمْ يَرِدْ أَنَّهُ وَلَا الْخُلَفَاءَ بَعْدَهُ اتَّخَذُوا مَرْقِيًّا. وَذَكَرَ ابْنُ حَجَرٍ أَنَّهُ لَهُ أَصْلًا فِي السُّنَّةِ وَهُوَ «قَوْلُهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - حِينَ خَطَبَ فِي عَرَفَةَ لِشَخْصٍ مِنْ الصَّحَابَةِ اسْتَنْصِتْ النَّاسَ» .
(5) Shalat Tarawih
v  Al-Baihaqi, Fadhail al-Auqat, h. 267
                فَإِنْ كَانَتْ بِدْعَةً فَهِيَ بِدْعَةٌ مَحْمُودَةٌ؛ لِأَنَّهَا لَمْ تَكُنْ بِخِلَافِ مَا مَضَى مِنْ عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
(6) Berkumpul untuk Membacakan al-Qur’an bagi Orang Meninggal Dunia
v  Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfat al-Muhtaj 3/199
                تَكْرِيرُ الذَّهَابِ بَعْدَ الدَّفْنِ لِلْقِرَاءَةِ عَلَى الْقَبْرِ لَيْسَ بِسُنَّةٍ مَمْنُوعٌ إذْ يُسَنُّ كَمَا نَصَّ عَلَيْهِ قِرَاءَةُ مَا تَيَسَّرَ عَلَى الْقَبْرِ وَالدُّعَاءُ لَهُ فَالْبِدْعَةُ إنَّمَا هِيَ فِي تِلْكَ الِاجْتِمَاعَاتِ الْحَادِثَةِ دُونَ نَفْسِ الْقِرَاءَةِ وَالدُّعَاءِ عَلَى أَنَّ مِنْ تِلْكَ الِاجْتِمَاعَاتِ مَا هُوَ مِنْ الْبِدَعِ الْحَسَنَةِ كَمَا لَا يَخْفَى.
(7) Mencium Mushaf al-Qur’an
v  Syarh Sunan Ibn Majah 1/263
                فِي الْقنية تَقْبِيل الْمُصحف قيل بِدعَة لَكِن روى عَن عمر رض انه كَانَ يَأْخُذ الْمُصحف كل غَدَاة ويقبله وَيَقُول عهد رَبِّي ومنشور رَبِّي عز وَجل وَكَانَ عُثْمَان يقبل الْمُصحف ويمسه على وَجهه واما تَقْبِيل الْخبز فحرر الشَّافِعِي انه بِدعَة مُبَاحَة وَقيل حَسَنَة انْتهى (إنْجَاح)
(8) Memperingati Maulid Nabi
v  Al-Suyuthi, al-Hawi li al-Fatawi, 1/229
                وَقَدْ سُئِلَ شَيْخُ الْإِسْلَامِ حَافِظُ الْعَصْرِ أبو الفضل ابن حجر عَنْ عَمَلِ الْمَوْلِدِ، فَأَجَابَ بِمَا نَصُّهُ: أَصْلُ عَمَلِ الْمَوْلِدِ بِدْعَةٌ لَمْ تُنْقَلْ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ الصَّالِحِ مِنَ الْقُرُونِ الثَّلَاثَةِ، وَلَكِنَّهَا مَعَ ذَلِكَ قَدِ اشْتَمَلَتْ عَلَى مَحَاسِنَ وَضِدِّهَا، فَمَنْ تَحَرَّى فِي عَمَلِهَا الْمَحَاسِنَ وَتَجَنَّبَ ضِدَّهَا كَانَ بِدْعَةً حَسَنَةً وَإِلَّا فَلَا، قَالَ: وَقَدْ ظَهَرَ لِي تَخْرِيجُهَا عَلَى أَصْلٍ ثَابِتٍ وَهُوَ مَا ثَبَتَ فِي الصَّحِيحَيْنِ مِنْ «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ يَصُومُونَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَسَأَلَهُمْ فَقَالُوا: هُوَ يَوْمٌ أَغْرَقَ اللَّهُ فِيهِ فرعون وَنَجَّى مُوسَى فَنَحْنُ نَصُومُهُ شُكْرًا لِلَّهِ تَعَالَى» ، فَيُسْتَفَادُ مِنْهُ فِعْلُ الشُّكْرِ لِلَّهِ عَلَى مَا مَنَّ بِهِ فِي يَوْمٍ مُعَيَّنٍ مِنْ إِسْدَاءِ نِعْمَةٍ أَوْ دَفْعِ نِقْمَةٍ.
D.     Madzhab Hanbali
(1) Pakaian Ulama
v  Majmu’ al-Fatawa 11/510
                وَأَمَّا لِبَاسُ الْخِرْقَةِ الَّتِي يُلْبِسُهَا بَعْضُ الْمَشَايِخِ الْمُرِيدِينَ: فَهَذِهِ لَيْسَ لَهَا أَصْلٌ يَدُلُّ عَلَيْهَا الدَّلَالَةَ الْمُعْتَبَرَةَ مِنْ جِهَةِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَلَا كَانَ الْمَشَايِخُ الْمُتَقَدِّمُونَ وَأَكْثَرُ الْمُتَأَخِّرِينَ يُلْبِسُونَهَا الْمُرِيدِينَ. وَلَكِنْ طَائِفَةٌ مِنْ الْمُتَأَخِّرِينَ رَأَوْا ذَلِكَ وَاسْتَحَبُّوهُ وَقَدْ اسْتَدَلَّ بَعْضُهُمْ بِأَنَّ {النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلْبَسَ أُمَّ خَالِدِ بِنْتَ خَالِدِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ العاص ثَوْبًا وَقَالَ لَهَا: سِنًّا} وَالسِّنَّا بِلِسَانِ الْحَبَشَةِ الْحَسَنُ. وَكَانَتْ قَدْ وَلَدَتْ بِأَرْضِ الْحَبَشَةِ فَلِهَذَا خَاطَبَهَا بِذَلِكَ اللِّسَانِ ...إلى قوله: وَلَكِنْ يُشْبِهُ مِنْ بَعْضِ الْوُجُوهِ خُلَعُ الْمُلُوكِ الَّتِي يَخْلَعُونَهَا عَلَى مَنْ يُوَلُّونَهُ كَأَنَّهَا شِعَارٌ وَعَلَامَةٌ عَلَى الْوِلَايَةِ وَالْكَرَامَةِ؛ وَلِهَذَا يُسَمُّونَهَا تَشْرِيفًا. وَهَذَا وَنَحْوُهُ غَايَتُهُ أَنْ يُجْعَلَ مِنْ جِنْسِ الْمُبَاحَاتِ؛ فَإِنْ اقْتَرَنَ بِهِ نِيَّةٌ صَالِحَةٌ كَانَ حَسَنًا مِنْ هَذِهِ الْجِهَةِ وَأَمَّا جَعْلُ ذَلِكَ سُنَّةً وَطَرِيقًا إلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى فَلَيْسَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ.
(2) Kodifikasi al-Qur’an  (3) Shalat Tarawih
v  Muhammad bin Abdul Wahhab, Al-Rasail al-Syakhsyiyah, 1/107
                والمقصود: بيان ما نحن عليه من الدين، وأنه عبادة الله وحده لا شريك له فيها، بخلع جميع الشرك، ومتابعة الرسول فيها بخلع جميع البدع، إلا بدعة لها أصل في الشرع، كجمع المصحف في كتاب واحد، وجمع عمر رضي الله عنه الصحابة على التراويح جماعة، وجمع ابن مسعود أصحابه على القصص كل خميس، ونحو ذلك فهذا حسن. والله أعلم.
(4) Penggunaan Tasbih
v  Majmu’ al-Fatawi 22/506
                وَعَدُّ التَّسْبِيحِ بِالْأَصَابِعِ سُنَّةٌ كَمَا قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلنِّسَاءِ: {سَبِّحْنَ وَاعْقِدْنَ بِالْأَصَابِعِ فَإِنَّهُنَّ مَسْئُولَاتٌ مُسْتَنْطَقَاتٌ} . وَأَمَّا عَدُّهُ بِالنَّوَى وَالْحَصَى وَنَحْوُ ذَلِكَ فَحَسَنٌ وَكَانَ مِنْ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ وَقَدْ رَأَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ تُسَبِّحُ بِالْحَصَى وَأَقَرَّهَا عَلَى ذَلِكَ وَرُوِيَ أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ يُسَبِّحُ بِهِ.
                وَأَمَّا التَّسْبِيحُ بِمَا يُجْعَلُ فِي نِظَامٍ مِنْ الْخَرَزِ وَنَحْوِهِ فَمِنْ النَّاسِ مَنْ كَرِهَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ يَكْرَهْهُ وَإِذَا أُحْسِنَتْ فِيهِ النِّيَّةُ فَهُوَ حَسَنٌ غَيْرُ مَكْرُوهٍ.

Selain contoh-contoh di atas, terdapat permisalan lain bid’ah hasanah yang disebutkan oleh mayoritas ulama dalam kitab-kitab mereka. Hal ini menandaskan, bahwa amaliah yang dilakukan oleh umat Islam selama ini, yang sesuai dengan syarat tertentu, adalah representasi mayoritas atau jumhur ulama. Mereka menurunkan konsep dan pengertian bid’ah hasanah dalam contoh-contoh tersebut, dengan dalil dan argumen yang kuat.
Wallahu a’lam.


Wallahu a’lam.

Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I.